PENDIDIKAN ISLAM MASA ABBASIYAH DI BAGHDAD
Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
SEJARAH SOSIAL PENDIDIKAN ISLAM
Dosen Pembimbing
Prof.Dr.H.Miftah Arifin, M.Ag
By. Imam Fathollah
PROGRAM
PASCA SARJANA STAIN JEMBER
OKTOBER
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Berkembangnya pendidikan Islam erat
kaitannya dengan sejarah Islam, karena proses pendidikan Islam telah
berlangsung sepanjang sejarah Islam, dan berkembang sejalan dengan perkembangan
sosial budaya umat Islam. Melalui sejarah Islam pula, umat Islam bisa meniru
pola pendidikan Islam pada masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW, sahabat
dan ulama’ setelahnya. Para ahli sejarah menyebut bahwa sebelum muncul sekolah
dan universitas, sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam
sesungguhnya sudah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal,
diantaranya adalah masjid.
Sejarah
pendidikan Islam erat kaitannya dengan sejarah Islam, karena proses pendidikan Islam
sejatinya telah berlangsung sepanjang sejarah Islam, dan berkembang sejalan
dengan perkembangan sosial budaya umat Islam itu sendiri. Melalui sejarah Islam
pula, umat Islam bisa meneladani model-model pendidikan Islam di masa lalu,
sejak periode Nabi Muhammad SAW, sahabat dan ulama-ulama sesudahnya. Para ahli
sejarah menyebut bahwa sebelum muncul sekolah dan universitas, sebagai lembaga
pendidikan formal, dalam dunia Islam sesungguhnya sudah berkembang
lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal, diantaranya adalah masjid.
Pada masa
Nabi, masjid bukan hanya sebagai sarana ibadah, tapi juga sebagai tempat
menyiarkan ilmu pengetahuan pada anak-anak dan orang-orang dewasa, disamping
sebagai tempat peradilan, tempat berkumpulnya tentara dan tempat menerima
duta-duta asing.Bahkan di masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, masjid
yang didirikan oleh penguasa umumnya dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas
pendidikan seperti tempat belajar, ruang perpustakaan dan buku-buku dari
berbagai macam disiplin keilmuan yang berkembang pada saat itu.Sebelum al-Azhar
didirikan di Kairo, sesungguhnya sudah banyak masjid yang dipakai sebagai
tempat belajar, tentunya dengan kebijakan-kebijakan penguasa pada saat itu.
Islam
mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan, terutama pada masa Dinasti
Abbasiyah. Pada saat itu, mayoritas umat muslim sudah bisa membaca dan menulis
dan dapat memahami isi dan kandungan al-Quran dengan baik. Pada masa ini
murid-murid di tingkat dasar mempelajari pokok-pokok umum yang ringkas, jelas
dan mudah dipahami tentang beberapa masalah.Pendidikan di tingkat dasar ini
diselenggarakan di masjid, dimana al-Quran merupakan buku teks wajib.Pada
tingkat pendidikan menengah diberikan penjelasan-penjelasan yang lebih mendalam
dan rinci terhadap materi yang sudah diajarkan pada tingkat pendidikan
dasar.Selanjutnya pada tingkat universitas sudah diberikan spesialisasi,
pendalaman dan analisa.
B.
Rumusan Masalah
Berpijak dari latar belakang
tersebut berikut akan kami paparkan makalah dengan judul “Pendidikan Islam
Masa Abbasiyah di Baghdad” Agar pembahasan
dalam makalah ini lebih terfokus, maka kami paparkan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Sejarah berdirinya dinasti
Bani Abbasiyah
- Lembaga-lembaga pendidikan pada masa Bani Abbasiyah
- Kemajuan Pendidikan Islam pada masa Bani Abbasiyah
- Tokoh-tokoh/ ilmuwan pada masa Bani Abbasiyah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah
Berdirinya Dinasti Bani Abbasiyah
Kekuasaan dinasti Bani Abbas atau khilafah Abbasiyah, sebagaimana
disebutkan, melanjutkan kekuasaan dinasti Bani Umayyah, dinamakan khilafah
Abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah keturunan
Al-Abbas paman Nabi Muhammad Saw. Dinasti Abbasiyah didirikan oleh Abdullah
Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah Ibn Al-Abbas.Kekuasaannya
berlangsung dalam rentang waktu yang panjang dari tahun 132 H ( 750 M) s.d 656 H (1258 M).[1]Selama
dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik, social, dan budaya. Berdasarkan perubahan pola
pamerintahandan politik itu, parasejarawan membagi masa kekuasaan Daulah Abbasiyah dalam lima
periode,[2]
yaitu :
1.
Periode I (132 H/750 M – 232 H/ 847 M) masa pengaruh
Persia Pertama
2. Periode II (232 H/ 847 M –
334 H/ 945 M) Masa pengaruh Turki Pertama
3. Periode III (334 H/945 M –
447 H/ 1055 M) masa kekuasaan Dinasti Buwaihi, pengaruh persi kedua.
4. Periode IV (447 H/ 1055 M –
590 H/ 1194 M) masa bani saljuk, pengaruh Turki kedua.
5.
Periode V (590 H/1104 M – 656 M/ 1250 M) masa
kebebasan dari pengaruh dinasti lain.
Daulah Abbasiyah mencapai puncak keemasan dan kejayaannya pada periode I,
para kholifah pada masa periode I dikenal sebagai tokoh yang kuat, pusat kekuasaan
politik dan agama sekaligus.Kemakmuran masyarakat pada saat ini mencapai
tingkat yang tinggi.Popularitas Daulah Abbasiyah mencapai puncaknya pada masa
Khalifah Harun Al-Rasyid (786 M-809 M) dan putranya Al-Makmun (813 M-833 M).
Kekayaan yang dimiliki khalifah Harun Al-Rasyid dan putranya Al-Makmun
digunakan untuk kepentingan social seperti: lembaga pendidikan, kesehatan,
rumah sakit, pendidikan ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta kesusastraan
berada pada zaman keemasan. Al-makmun khalifah yang cinta kepada ilmu dan
banyak mendirikan sekolah.[3]
Menurut Ahmad Syam, sebagaimana yang dikutip oleh Samsul Nizar dalam
bukunya yang berjudul “Sejarah Pendidikan Islam” bahwa faktor-faktor pendorong berdirinya Daulah Abbasiyah dan
penyebab suksesnya, adalah sebagai berikut:[4]
1. Banyak terjadi perselisihan
antara bani Umayyah pada decade terakhir pemerintahannya, di antara penyebabnya
yaitu memperebutkan kursi kekahalifahan dan harta.
2. Pendeknya masa jabatan
khalifah di akhir-akhir pemerintahan bani Umawiyah, seperti khalifah Yazid bin
Al-Walid lebih kurang memerintah sekitar 6 bulan.
3. Putra mahkota lebih dari
jumlah satu orang seperti yang dikerjakan oleh Marwan bin Muhammad yang
menjadikan anaknya Abdullah dan Ubaidillah sebagai putra mahkota.
4. Bergabungnya sebagian afrad
keluarga Umawi kepada madzhab-madzhab agama yang tidak benar menurut syari’ah,
seperti Al-Qadariyah.
5. Hilangnya kecintaan rakyat
pada akhir-akhir pemerintahan bani Umawiyah.
6. Kesombongan
pembesar-pembesar bani Umawiyah pada
akhir pemerintahannya.
7.
Timbulnya dukungan dari Al-Mawali (non-Arab)
Selama dinasti ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan
berbeda-beda sesuai dengan perubahan politik, social dan budaya.Pada periode
ini, segala potensi yang terkandung dalam kebudayaan yang didasari nilai-nilai Islam
mulai bergerak secara perlahan namun strategis.Selain terjadi kemajuan pada
bidang sosio-ekonomik, terjadi pada kemajuan pada bidang intelektual.Kemajuan
intelektual tersebut ditunjang oleh kemajuan pendidikan baik institusi,
insfrastruktur maupun kemajuan sains dan obyek-obyek studinya.[5]
Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan politik
yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas sendiri maupun dari
luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan-gerakan sisa-sisa Bani Umayyah dan
kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan
zindik di Persia, gerakan Syi’ah dan konflik antarbangsa serta aliran pemikiran
keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.
B. Lembaga-Lembaga
Pendidikan Pada Masa Bani Abbasiyah
Sebelum
timbulnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai lembaga
pendidikan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah berkembang
lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bersifat non fomal.Lembaga-lembaga ini
berkembang terus dan bahkan bersamaan dengannya tumbuh dan berkembang
bentuk-bentuk lembaga pendidikan non formal yang semakin luas. Diantara
lembaga-lembaga pendidikan Islam yang becorak non formal tersebut adalah :[6]
1. Kuttab
Sebagai Lembaga Pendidikan Dasar
Kuttab atau maktab berasal dari kata
dasar kataba yang berarti menulis atau tempat menulis.Jadi kataba adalah
tempat belajar menulis. Sebelum datangnya Islam Kuttab telah ada di negeri
arab, walaupun belum banyak dikenal. Diantara penduduk makkah yang mula-mula
belajar menulis huruf arab di kuttab ialah Sufyan ibnu Umayyah ibnu Abdu Syams dan Abu Qais Ibnu Abdi manaf ibnu Zuhroh ibnu
Kilab.[7]
2. Pendidikan
Rendah di Istana
Corak
pendidikan anak-anak di istana berbeda dengan pendidikan anak-anak di
kuttab-kuttab, pada umumnya di istana para orang tua siswa (para pembesar
istana) yang membuat rencana pembelajaran selaras dengan anaknya dan tujuan
yang ingin dicapai orang tuanya. Rencana pelajaran untuk pendidikan di istana
pada garis besarnya sama dengan pelajaran pada kuttab-kuttab hanya sedikit
ditambah dan dikurangi sesuai dengan kehendak orang tua mereka.[8]
Guru yang
mengajar di Istana disebut Muaddib.Kata muaddib berasal dari kata
adab yang berarti budi pekerti atau meriwayatkan.guru pendidikan di istana
disebut muaddib karena berfungsi mendidik budi pekerti dan mewariskan
kecerdasan dan pengetahuan-pengetahuan orang-orang terdahulu kepada anak-anak
pejabat.[9]
3. Rumah-Rumah
Para Ulama’ (Ahli Ilmu Pengetahuan)
Walaupun
sebenarnya, rumah bukanlah merupakan tempat yang baik untuk tempat memberikan
pelajaran namun pada zaman kejayaan perkembangan ilmu pengetahuan dan
kebudayaan Islam, banyak juga
rumah-rumah para ulama’ dan ahli ilmu pengetahuan menjadi tempat belajar
dan pengembangan ilmu pengetahuan. Hal ini disebabkan karena ulama’ dan ahli
yang bersangkutan yang tidak mungkin memberikan pelajaran di masjid, sedangkan
pelajar banyak yang berminat untuk mempelajari ilmu pengetahuan daripadanya.
Diantara
rumah ulama’ terkenal yang menjadi tempat belajar adalah rumah Ibnu Sina, Al-Gazali,
Ali ibnu Muhammad Al-Fasihi, Ya’kub Ibni Killis, Wazir khalifah Al-Aziz billah
Al-fatimy, dan lain-lainnya.
4.
Rumah Sakit
Pada zaman
jayanya perkembangan kebudayaan Islam, dalam rangka menyebarkan kesejahteraan
dikalangan umat Islam, maka banyak didirikan rumah sakit oleh kholifah dan
pembesar-pembesar Negara.Rumah-rumah sakit tersebut bukan hanya berfungsi
sebagai tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik
tenaga-tenaga yang berhubungan dengan perawatan dan pengobatan.
5. Perpustakaan
Para
ulama’ dan sarjana dari berbagai macam
keahlian, pada umumnya menulis buku dalam bidangnya masing-masing dan
selanjutnya untuk diajarkan atau disampaikan kepada para penuntut ilmu. Bahkan
para ulama’ dan sarjana tersebut
memberikan kesempatan kepada para penuntut ilmu untuk belajar diperpustakaan
pribadi mereka.
Baitul
hikmah di
Baghdad yang didirikan khalifah Al-Rasyid adalah merupakan salah satu contoh
dari perpustakaan Islam yang lengkap, yang berisi ilmu-ilmu agama Islam dan
bahasa arab, bermacam-macam ilmu pengetahuan yang telah berkembang pada masa
itu.[10]
Perpustakaan
pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas karena disamping terdapat
kitab-kitab, di sana orang juga dapat membaca, menulis dan berdiskusi.[11]
6.
Masjid
Semenjak
berdirinya dizaman nabi Muhammad SAW masjid telah menjadi pusat kegiatan dan
informasi berbagai masalah kehidupan kaum muslimin.Ia, menjadi tempat
bermusyawarah, tempat mengadili perkara, tempat menyampaikan penerangan agama
dan informasi lainnya dan tempat menyelenggarakan pendidikan.
Pada masa
Bani Abbas dan masa perkembangan kebudayaan Islam, masjid-masjid yang didirikan
oleh para pengusaha pada umumnya di perlengkapi dengan berbagai macam sarana
dan fasilitas untuk pendidikan.[12]
C.
Kemajuan Pendidikan IslamPada Masa Bani Abbasiyah
Pada masa Abbasiyah banyak
kemajuan- kemajuan dalam bidang pendidikan diantaranya yaitu:
1.
Kemajuan Ilmu
Pengetahuan Pada Masa Bani Abbas
Dibidang ilmu
pengetahuan masa abbasiyah mencatat dimulainya
sistemasi beberapa cabang keilmuan seperti Tafsir, Hadits, dan Fiqh. Khususnya
sejak tahun 143 H. para ulama mulai menyusun buku dalam bentuknya yang
sistematis baik dibidang ilmu tafsir, hadits, maupun ilmu fiqh.[13]
Diantara ulama tersebut yang
terkenal adalah Ibnu Juraij (w.150 H) yang menulis kumpulan hadisnya dimekah,
Malik Ibn Anas (w.171 H) yang menulis al muwatta` nya di madinah, Al
Awza`I di wilayah syam, Ibn Abi Urubah dan Hammad Ibn salamah di Basrah,
Ma`mar di Yaman, Sufyan Al Tsauri di kufah, Muhamad Ibn Ishaq (w.175 H) yang
menulis buku sejarah (Al Maghazi) Al Layts Ibn Sa`ad (w.175 H) serta Abu
Hanifah.
Ilmu naqli adalah ilmu yang
bersumber dari Naqli (Al Qur’an dan Hadits), yaitu ilmu yang berhubungan dengan
agama Islam.[14]Ilmu-ilmu
itu diantaranya :
a.
Ilmu Tafsir
Al Quran adalah sumber utama
dalam agama Islam. oleh karena itu semua perilaku umat Islam harus berdasarkan
kepadanya, hanya saja tidak semua bangsa Arab memahami arti yang terkandung di
dalamnya. Maka bangunlah para sahabat untuk menafsirkan, ada dua cara
penafsiran, yaitu : yang pertama, tafsir bi al ma`tsur, yaitu penafsiran Al
Quran berdasarkan sanad meliputi al Qur’an dengan al Qur’an, al Qur’an dengan aL
Hadits. Yang
kedua, tafsir bi ar ra`yi, yaitu penafsiran Al Qur’an dengan
mempergunakan akal dengan memperluas pemahaman yang terkandung didalamnya.
Ahli tafsir bi al ma`tsur dipelopori oleh As Subdi (w.127 H),
Muqatil bin Sulaiman (w.150 H), dan Muhamad Ishaq. Sedangkan tafsir bi ar ra`yi
banyak dipelopori oleh golongan Mu`tazilah.Mereka yang terkenal antara lain Abu
Bakar al Asham (w.240 H), Abu Muslim al Asfahani (w.522 H) dan Ibnu Jarwi al
Asadi (w.387 H).[15]
b. Ilmu
Hadits
Hadis adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah Al
Qur’an. Karena kedudukannya itu, maka setiap muslim selalu berusaha untuk
menjaga dan melestarikannya. Pada masa Abbasiyah, kegiatan pengkodifikasian/
pembukuan Hadits dilakukan dengan giat sebagai kelanjutan dari usaha para ulama
sebelumnya.Sejarah penulisan hadis-hadis Nabi memunculkan tokoh-tokoh seperti
Ibn Juraij, Malik ibn Anas, juga Rabi` ibn Sabib (w.160 H) dan ibn Al Mubarak
(w.181 H).
Selanjutnya pada awal-awal abad ketiga, muncul
kecenderungan baru penulisan hadits Nabi dalam bentuk musnad. Di antara tokoh
yang menulis musnad, antara lain Ahmad ibn Hanbal, Ubaydullah ibn Musa al `Absy
al Kufi, Musaddad ibn Musarhad al Basri, Asad ibn Musa al Amawi dan Nu’aim ibn
Hammad al Khuza’I, perkembangan penulisan hadits berikutnya, masih pada era
Abbasiyah, yaitu mulai pada pertengahan abad ketiga, muncul tren baru yang bisa
dikatakan sebagai generasi terbaik sejarah penulisan Hadits, yaitu munculnya
kecenderungan penulisan Hadits yang di dahului oleh tahapan penelitian dan
pemisahan hadits-hadits sahih dari yang dha’if sebagaimana dilakukan oleh al
Bukhari (w.256 H), Muslim (w.261 H), Ibn Majah (w.273 H), Abu Dawud (w.275 H),
Al Tirmidzi (w.279 H), serta Al Nasa’I (w.303 H), yang karya-karya haditsnya
dikenal dengan sebutan Kutubu Al- Sittah.
c.
Ilmu Fiqh
Ilmu Fiqh pada zaman ini juga mencatat sejarah penting, dimana para tokoh
yang disebut sebagai empat imam mazhab fiqh hidup pada era tersebut, yaitu Abu
Hanifah (w.150 H), Malik ibn Anas (w.179 H), Al Shafi’I (w.204 H), dan Ahmad
ibn Hanbal (w.241 H).dari sini memunculkan dua aliran yang berbeda dalam metode
pengambilan hukum, yaitu ahli Hadits dan ahli ra`yi. Ahli hadits dalam
pengambilan hukum, metode yang dipakai adalah mengutamakan hadits-hadits nabi
sebagai rujukan dalam istinbat al ahkam.Pemuka aliran ini adalah Imam Malik
dengan pengikutnya, pengikut imam Syafi’I, pengikut Sufyan, dan pengikut Imam
Hanbali.Sedangkan ahli ra’yi adalah aliran yang memepergunakan akal dan fikiran
dalam menggali hukum.Pemuka aliran ini adalah Abu Hanifah dan teman-temannya
fuqaha dari Iraq.
d.
Ilmu Tasawuf
Ilmu tasawuf yaitu ilmu
syariat. Inti ajarannya ialah tekun beribadah dengan menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan atau menjauhkan diri dari kesenangan dan
perhiasan dunia.[16]
Dalam sejarahnya sebelum muncul aliran Tasawuf, terlebih dulu muncul aliran
Zuhud. Aliran ini muncul pada akhir abad I dan permulaan abad II H, sebagai
reaksi terhadap hidup mewah khalifah dan keluarga serta pembesar-pembesar
Negara sebagai akibat kejayaan yang diperoleh setelah Islam meluas ke Syria,
mesir, Mesopotamia, dan Persia. Aliran zuhud mulai nyata kelihatan di kufah.
Sedangkan dibasrah sebagai kota yang tenggelam atas kemewahan, aliran zuhud
mengambil corak yang lebih ekstrim. Zahid yang terkenal disini adalah Hasan al
Bisri dan Rabi’ah al Adawiyah.
Bersamaan dengan lahirnya ilmu
tasawuf muncul pula ahli-ahli dan ulama-ulamanya, antara lain adalah al
Qusyairy (w.465 H), kitab beliau yang terkenal adalah ar risalatul Qusy
Airiyah; Syahabuddari, yaitu abu Hafas Umar ibn Muhammad Syahabuddari
Sahrowardy (w.632 H), kitab karangannya adalah Awwariffu Ma’arif; Imam Ghazali
(w.502 H), kitab karangannya antara lain : al Basith, Maqasidul, Falsafah,
al Manqizu Minad Dhalal, Ihya Ulumuddin, Bidayatul Hidayah, Jawahirul Qur’an, dan
lainsebagainya.
e.
Ilmu Bahasa
Pada masa
bani Abbasiyah, ilmu bahasa tumbuh dan berkembang dengan suburnya, karena
bahasa Arab semakin dewasa dan menjadi bahasa internasional. Ilmu bahasa
memerlukan suatu ilmu yang menyeluruh, yang dimaksud ilmu bahasa adalah: nahwu,
sharaf, ma’ani, bayan, bad’arudh, qamus, dan insya’.Di antara ulama yang
termasyhur adalah : 1) Sibawaih (w.153 H), 2) Muaz al
Harro (w.187 H), mula-mula membuat tashrif, 3) Al Kasai (w.190
H), pengarang kitab tata bahasa,
4) Abu Usman al Maziny (w.249 H), karangannya banyak tentang nahwu.
2.
Metode Pendidikan Pada Masa
Abbasiyah
Dalam proses belajar
mengajar, metode pendidikan/pengajaran merupakan salah satu aspek
pendidikan/pengajaran yang sangat penting guna mentransfer pengetahuan atau
kebudayaan dari seorang guru kepada para muridnya. Melalui metode pengajaran
terjadi proses internalisasi dan pemilikan pengetahuan oleh murid hingga murid
dapat menyerap dan memahami dengan baik apa yang telah disampaikan gurunya.
Pada masa Dinasti abbasiyah metode pendidikan/pengajaran yang digunakan
dapat dikelompokkan menjadi tiga macam: lisan, hafalan, dan tulisan.
a. Metode Lisan
Metode lisan berupa dikte, ceramah, qira’ah dan
diskusi. Metode dikte (imla’) adalah metode penyampaian pengetahuan yang
dianggap baik dan aman karena dengan imla’ ini murid mempunyai catatan
yang akan dapat membantunya ketika ia lupa. Metode ini dianggap penting, karena
pada masa klasik buku-buku cetak seperti masa sekarang sulit dimiliki.
Metode ceramah disebut juga metode as-sama’,
sebab dalam metode ceramah, guru menjelaskan isi buku dengan hafalan, sedangkan
murid mendengarkannya.Metode qiro’ah biasanya digunakan untuk belajar
membaca sedangkan diskusi merupakan metode yang khas pada masa ini.
b. Metode Menghafal
Metode menghafal
Merupakan ciri umum pendidikan pada masa ini.Murid-murid harus membaca secara
berulang-ulang pelajarannya sehingga pelajaran tersebut melekat pada benak
mereka, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Hanafi, seorang murid harus
membaca suatu pelajaran berulang kali sampai dia menghafalnya. Sehingga dalam
proses selanjutnya murid akan mengeluarkan kembali dan mengkonstektualisasikan
pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam diskusi dan perdebatan murid dapat
merespons, mematahkan lawan, atau memunculkan sesuatu yang baru.
c. Metode Tulisan
Metode tulisan dianggap
metode yang paling penting pada masa ini.Metode tulisan adalah pengkopian
karya-karya ulama. Dalam pengkajian buku-buku terjadi proses intelektualisasi
hingga tingkat penguasaan ilmu murid semakin meningkat. Metode ini disamping
berguna bagi proses penguasaan ilmu
pengetahuan juga sangat penting artinya bagi penggandaan jumlah buku teks,
karena pada masa ini belum ada mesin cetak, dengan pengkopian buku-buku
kebutuhan terhadap teks buku sedikit teratasi.[17]
3.
Materi Pendidikan Pada Masa Abbasiyah
Materi pendidikan
dasar pada masa daulat Abbasiyah terlihat ada unsur demokrasinya, disamping
materi pelajaran yang bersifat wajib (ijbari) bagi setiap murid juga ada materi
yang bersifat pillihan (ikhtiari).Hal ini tampaknya sangat berbeda dengan
materi pendidikan dasar pada masa sekarang.Di saat sekarang ini materi
pendidikan tingkat dasar dan menengah semuanya adalah materi wajib, tidak ada
materi pilihan.Materi pilihan baru ada pada tingkat perguruan tinggi.
Menurut Mahmud
Yunus dalam bukunya “Sejarah Pendidikan Islam”, yang dikutip oleh
Suwito menjelaskan tentang materi pelajaran yang bersifat wajib (ijbari) sebagai
berikut :
a)
Al-Qur’an
b)
Shalat
c)
Do’a
d)
Sedikit ilmu
nahwu dan bahasa arab (maksudnya yang dipelajari baru pokok-pokok dari ilmu
nahwu dan bahasa arab belum secara tuntas dan detail).
e)
Membaca dan
menulis
Sedangkan materi pelajaran ikhtiari (pilihan)
ialah ;
a)
Berhitung
b)
Semua ilmu nahwu
dan bahasa arab (maksudnya nahwu yang berhubungan dengan ilmu nahwu dipelajari
secara tuntans dan detail);
c)
Syair-syair
d)
Riwayat/ Tarikh
Arab.[18]
D.
Tokoh-Tokoh/ Ilmuwan Masa Abbasiyah
Sejak upaya penerjemahan meluas, kaum muslim dapat
mempelajari ilmu-ilmu itu langsung dalam bahasa arab sehingga muncul
sarjana-sarjana muslim yang turut memperluas peyelidikan ilmiah, memperbaiki
atas kekeliruaan pemahaman kesalahan pada masa lampau, dan menciptakan
pendapat-pendapat atau ide baru.Untuk mengungkap rahasia alam, para ilmuan mulai
mencari manuskrip-manuskrip klasik peninggalan ilmuwan Yunani Kuno, seperti
karya Aristoteles, Plato, Socrates, dan sebagainya.Manuskrip-manuskrip tersebut
kemudian dibawa ke Baghdad, lalu diterjemahkan dan dipelajari di perpustakaan
yang merangkap sebagai lembaga penelitian, Baitul Hikmah, sehingga melahirkan
pemikiran-pemikiran baru. Tokoh-tokohnya antara lain sebagai berikut :
1.
Bidang filsafat antara lain tercatat: Al-Farabi, banyak menulis buku tentang
filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika, dan interpretasi terhadap filsafat
Aristoteles. Ibnu Sina (Avicenna) juga mengarang tentang buku filsafat yang
terkenal diantaranya ialah al Syifa dan Ibnu Rusyd banyak
berpengaruh di Barat lebih dikenal dengan nama (Averroes), sehingga disana
terdapat aliran yang disebut dengan Averroisme.[19]
2. Bidang Kedokteran : Ibnu Sina
(Avicenna), bukunya yang fenomenal yaitu al-Qanun fi al-Tiib.
Ia juga berhasil menemukan sistem peredaran darah pada manusia. Al-Thabari,
Ar-Razi (Rhazes).
3. Bidang ilmu fiqih terkenal nama Abu
Hanifah, Malik bin Anas, Al-Syafi’ie, dan Ahmad bin Hanbal.
4. Bidang ilmu kalam ada Washil bin
Atha, Ibnu Huzail, Al-Asy’ari, dan Maturidi.
5. Bidang ilmu Tafsir adaIbn Jarir ath -Thabari
dan Zamakhsyari.
6. Bidang lmu hadits, yang paling
populer adalah Bukhari dan Muslim.
7. Bidang ilmu tasawuf terdapat Rabi’ah
Al- Adawiyah, Ibnu ‘Arabi, Al-Hallaj, Hasan al-Bashri, dan Abu Yazid
Al-Bustami.[20]
8. Sejak Akhir abad ke-10, muncul
sejumlah tokoh wanita dibidang ketatanegaraan dan politik seperti Khaizura,
Ulayyah, Zubaidah, dan Bahrun. Di bidang kesusastraan dikenal Zubaidah dan
Fasl. Di bidang Sejarah, muncul Shalikhah Shuhda. Di bidang kehakiman, muncul
Zainab Umm Al Muwayid. di bidang seni musik, Ullayyah dikenal dan sangat
tersohor pada waktu itu.
9. Bidang Astronomi : Al-Fazari, astronom Islam
yang pertama kalimenyusun astrolobe.
10. Bidang Optik :Ibnu Haytsam dan Abu
Ali al-Hasan ibn al-Haythani (al-Hazen), terkenal sebagai orang yang
menentang pendapat bahwa mata mengirim cahaya ke benda yang dilihatnya.
11. Bidang Kimia : Jabir ibn Hayyan,
ia berpendapat bahwa logam seperti timah, besi, dan tembaga dapat diubah
menjadi emas atau perak
12. Bidang Matematika : Muhammad ibn
Musa al-Khawarizmi, yang juga mahir dalam bidang astronomi.
13. Bidang Sejarah : Al-Mas’udi,
diantara karyanya adalah Muruj al-Zahab wa Ma’adin al-Jawahir Ibn Sa’ad
14. Bidang geografi ada Al-Khawarizmi,
Al-Ya’qubi, dan Al-Mus’udi.
Demikian
kemajuan dan perkembangan pendidikan Islamyang pernah dicapai pada masa
Abbasiyah.Sampai sekarangpun diakui bahwa pada periode sejarah peradaban Islam
yang paling cemerlang dan mencapai masa keemasannya terjadi pada masa
pemerintahan daulat abbasiyah di Bagdad.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan tentang “Pendidikan Islam Masa Abbasiyah di Baghdad”
, maka dapat disimpulkan:
1.
Kekuasaan
Dinasti Bani Abbasiyah adalah melanjutkan kekuasaan Dinasti Bani Umayyah.Puncak
keemasan dan kejayaannya terjadi pada
periode I terutama pada masa Khalifah Harun al Rasyid(786M-809M) dan putranya
al-Makmum
(813M-833M) yang sangat fokus pada perkembangan ilmu pengetahuan dan lembaga
pendidikan.
2. Lembaga-lembaga pendidikan baik yang
sudah ada sebelumnya kemudian dilanjutkan pada masa Abbasiyah diantaranya : a).
Kuttab b). pendidikan rendah istana c). Rumah-rumah para ulama’ d). rumah
sakit e). perpustakaan dan f). masjid.
3. Kemajuan pendidikan Islam dapat
dilihat dari metode-metode dan materi yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran. Metode pendidikan yang digunakan ada tiga macam : 1) metode
lisan, dengan system imla, ceramah, qira’ah dan diskusi. 2). Metode menghafal,
dimana murid-murid diharuskan membaca berulang-ulang pelajarannya sampai
melekat dibenak mereka. 3). Metode tulisan, yaitu pengkopian karya-karya
ulama. Materi pelajaran yang digunakan
ada yang bersifat wajib (ijbari) dan bersifat pilihan (ikhtiari). Materi yang
bersifat wajib ialah : Al-Qur’an,
shalat, do’a, sedikit ilmu nahwu dan bahasa arab dan membaca dan menulis.
Sedangkat materi yang bersifat pilihan ialah : berhitung, semua ilmu nahwu dan
bahasa arab secara keseluruhan, sya’ir-sya’ir dan riwayat/ tarikh Arab.
4. Pada masa Abbasiyah muncul
ilmuwan-ilmuwan muslim yang turut memperluas dan mengembangkan metodologi untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan. Sehingga tumbuhlah sarjana-sarjana yang ahli
sesuai bidang keilmuan yang dimiliki, diantaranya : Alfarabi, Ibnu Sina,
Al-farghani, Abu Hanifah, Malik bin Anas, Al-Syafi’ie Bukhari dan Muslim, Rabi’ah
Al- Adawiyah dan Ahmad bin Hambal, dan banyak lagi yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Muchtarom,
Zuhairi, 1995, Sejarah pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara.
Nizar, Samsul, 2011, Sejarah Pendidikan Islam: menelusuri jejak
sejarah pendidikan era Rasulullah sampai Indonesia, Jakarta: Kencana.
Soebahar, Abd. Halim ,2002, Wawasan Baru Pendidikan Islam, Jakarta : Kalam Mulia.
Suwito, 2008, Sejarah Sosial Pendidikan Islam, Jakarta. Kencana
Syam,Ahmad , 1986, Daulah Al-Islamiyah fi Al-‘Asry Al-Aabasy
Al-Awal, Maktabah Al Jalu Al Misriyah.
Yatim,
Badri, 2010, Sejarah Peradaban Islam,
Jakarta: Rajawali Pers
[1] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: rajawali pers, 2010), 49
[2] Bojena Gajane
Stryzeswska, Tarikh al Daulat al Islamiyah, (Beirut : al Maktab al
Tijari , Tanpa tahun), 360
[3] Suwito, Sejarah
Sosial Pendidikan Islam, (Jakarta. Kencana, 2008), 11
[4]Ahmad Syam, Daulah
Al-Islamiyah fi Al-‘Asry Al-Aabasy Al-Awal,( Maktabah Al Jalu Al Misriyah,
1986)
[5]Abd. Halim
Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam, ( Jakarta, Kalam Mulia, 2002),
95
[6] Zuhairi
Muchtarom, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta, Bumi Aksara, 1995), 89
[7] Suwito, Sejarah
Sosial Pendidikan …,12
[8] Suwito, Sejarah
Sosial Pendidikan …, 13
[9] Zuhairi
Muchtarom, Sejarah pendidikan …,, 92
[10] Zuhairi
Muchtarom, Sejarah Pendidikan…, 98
[11] Badri Yatim, Sejarah
Peradaban …, 55
[12] Zuhairi
Muchtarom, Sejarah pendidikan …, 99
[13]Muhammad Sahrul
Murajjab, “Peradaban Emas Bani Abbasiyah: Kajian Ringkas” (http;//www.inpansonline.com/index.php?option=com_content&view=article&id=371;peradaban-emas-dinasti-abbasiyah-kajian-ringkas,sejarah-peradaban-islam<emid=97,diakses1
oktober 2012)
[14] Kutilang “Masa Keemasan Islam Bani Abbasiyah” (http;//one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang-/masa-keemasan-islam-bani-abbasiyah.,
diakses 2 oktober 2012)
[15] M.
Fa`alFaksain, Sejarah Kekuasaan Islam,
(Jakarta : Artha Rivera,2003), 70-71
[16]Hitsuke, “Pembangunan
daulah Bani Abbas” (http;//hitsuke.blogspot.com/2011/01/daulah-abbasiyah.html,
diakses : 2 Oktober 2012)
[17]Suwito, Sejarah
Sosial Pendidikan …, 14
[18]Suwito, Sejarah
Sosial Pendidikan …, 15
[19]Badri Yatim, Sejarah
Peradaban…, 59
[20]M.Nur
Hasan Basri, Peran Islam dalam Kemajuan Eropa,( Serambi Indonesia, edisi
19 Maret 2001.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar